Membangun Desa
Konsep pembangunan di indonesia sejatinya berkait dengan konsep developmentalisme yang dikembangkan negara negara barat dan dipraktekkan di indonesia pada masa orde baru. Istilah ini sering dipakai untuk menunjuk perubahan sosial, pertumbuhan ekonomi, modernisasi dan rekayasa sosial. Dalam konteks pemerintahan orde baru, implementasi konsep pembangunan meletakkan desa sebagai objek pembangunan, yaitu pihak yang hanya menerima manfaat pembangunan , bukan pihak yang menyelenggarakan pembangunan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan desa.
Dalam posisi tersebut desa tidak lebih hanya sebagai lokasi program pembangunan pemerintah. Masalahnya pembangunan itu di rumuskan betdasar analisis atau pembacaan dari pemerintah, bukan dirumuskan berdasar kebutuhan dan kepentingan desa atau apalagi dirancang oleh masyarakat desa. Artinya kapasitas masyarakat desa untuk menganalisis keadaan desanya, merumuskan kebutuhan, membuat perencanaan pembangunan, melaksanakan pembangunan hingga mengevaluasi pembangunan desanya, tidak pernah meningkat.
Implementasi cara pandang pembangunan diatas cukup lama, dan akibatnya masih bisa dirasakan sampai saat ini.
Akibat yang masih dirasakan tersebut :
1. Mental ketergantungan desa terhadap program program pembangunan pemerintah, baik pemerintah kabupaten, provinsi, maupun pemerintah pusat. Kemandirian dan inisiatif pemerintah desa maupun masyarakat desa tidak terasah dengan baik.
2. Dengan datangnya program dari pusat, desa tidak lagi dipandang sebagai sumber penghidupan, melainkan hanya asal kehidupan atau kampung halaman yang sewaktu waktu dapat ditinggalkan ke kota yang di anggap sebagai lapangan kerja atau sumber penghidupan.
Sebab pelaku pembangunan sesungguhnya adalah pemerintah dan desa hanya menjadi lokasi pembangunan, yang berlangsung adalah membangun desa, desa menjadi objek pembangunan atau yang dibangun.
Desa Membangun
UU no 6/2014 tentang desa membalik perspektif diatas, menempatkan desa sebagai subjek pembangunan. Pembalikan itu dapat ditemukan melalui pengakuan atas hak asal usul desa (recognisi) dan kewenangan lokal berskala desa (subsidiaritas) yang menjadi dua asas utama pengaturan desa.
Dengan kewenangannya, desa memiliki tugas untuk menyelenggarakan pembangunan dan pemberdayaan. Agenda pembangunan mulai dari perencanaan hingga evaluasi dilakukan oleh desa. Sementara dengan pembinaan dan pengawasan oleh pemerintahan diatas desa, pemerintah desa juga memiliki tugas pemberdayaan agar kapasitas masyarakat desa meningkat. Seluruh agenda pembangunan dan pemberdayaan harus dirumuskan melalui musyawarah desa dan musyawarah perencanaan pembangunan desa yang wajib melibatkan unsur unsur masyarakat desa. Semua itu merupakan kondisi yang berkebalikan dari praktek pembangunan yang diterapkan dalam perspektif membangun desa.
Tujuan yang diharapkan dari pola desa membangun adalah :
1. Masyarakat dan pemerintah desa mampu mengembangkan inisiatif pembangunan, kemampuan membaca masalah dan kebutuhan desa serta menindak lanjutinya secara sistematis dan operasional dalam program program pembangunan desa.
2. Masyarakat dan pemerintah desa mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi dan mengelola potensi dan aset desa sebagai sumber ekonomi desa yang bermanfaat bagi masyarakat desa.
3. Desa menjadi subjek pembangunan yang tidak lagi tergantung pada program dari luar desa. Desa akan semakin mandiri dan berdaya sehingga masyarakatnya juga tidak perlu terpesona oleh kesan kesan kemudahan hidup di kota.
4. Dengan berkembangnya kapasitas masyarakat dan pemerintah desa, beban dan tanggung jawab pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat dalam tugas tugas pembangunan semakin berkurang. Artinya pemerintah dapat mengerahkan kelebihan energinya untuk urusan urusan yang lebih strategis.
Cara pandang yang dikembangkan dari UU Desa itulah yang disebut sebagai Desa Membangun, atau dalam skala yang lebih luas, dengan kemandirian dan kapasitasnya Desa membangun indonesia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belum ada tanggapan untuk "Membangun Desa Desa Membangun"
Post a Comment