Salah satu arahan pembangunan jangka panjang nasional tahun 2005 – 2025 seperti yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) adalah mengurangi kesenjangan antar wilayah yang merupakan perwujudan pembangunan yang merata ke seluruh wilayah. Untuk itulah dalam Buku I Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) disebutkan bahwa arah dan kebijakan pembangunan kewilayahan slah satunya akan dituangkan dalam arah pengembangan pulau-pulau besar,
pengembangan wilayah laut dan pengembangan kawasan/antar kawasan. Arahan pengembangan kawasan/antar kawasan tersebut pada dasarnya merupakan salah satu upaya dalam mendukung percepatan pembangunan wilayah yang dapat dilakukan melalui :
(1) Pengambangan kawasan strategis dan cepat tumbuh
(2) Pengembangan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, dan rawan bencana.
(3) Pengembangan kawasan perkotaan dan perdesaan; dan
(4) Penataan dan pengelolaan pertanahan.
Pemerintah telah menetapkan 11 (sebelas) prioritas dalam Program Aksi Pembangunan Nasional 2010-2014, di mana dari 11 prioritas tersebut terdapat 8 (delapan) prioritas yang terkait dengan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang seperti yang tercantum dalam
Renstra Kementrian PU 2010 – 2014 yang meliputi :
(1) Prioritas pembangunan infrastruktur
(2) Prioritas bidang kesehatan
(3) Prioritas penanggulangan kemiskinan
(4) Prioritas ketahanan pangan
(5) Prioritas pembangunan daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik.
(6) Prioritas reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan
(7) Prioritas bidang lingkungan hidup dan pengelolaan bencana
(8) Prioritas iklim investasi dan iklim usaha.
Terkait prioritas tersebut Kementrian PU melakukan dukungan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang dilaksanakan salah satunya melalui program-program pembangunan pembangunan infrastruktur untuk mengurangi kesenjangan anatar wilayah, dukungan terhadap kawasan perbatasan dan kawasan terpencil serta terisolir. Adapaun kebijakan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan penataan ruang yang terkait dengan prioritas ke-5 tersebut adalah “pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan pembangunan berkelanjutan di kawasan strategis, tertinggal, perbatasan, daerah terisolir untuk mengurangi kesenjangan wilayah, daerah rawan bencana, serta meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman dan cakupan pelayanan dasar bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan dan
inklusif”.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disebutkan bahwa pada dasarnya kawasan tertinggal dapat ditetapkan menjadi kawasan strategis nasional (dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi) dan hal tersebut dilakukan dengan tujuan utama untuk dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal. Selain itu dalam kebijakan RTRWN tersebut juga disebutkan bahwa
pengembangan kawasan tertinggal dilakukan untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar kawasan. Sedangkan strategi-strategi pengembangan kawasan tertinggal yang ditetapkan di dalam RTRWN antara lain meliputi :
(1) Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan
(2) Membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara kawasan tertinggal dan pusat pertumbuhan wilayah.
(3) Mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi masyarakat.
(4) Meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan; dan
(5) Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan kegiatan ekonomi.
Indonesia memiliki lebih kurang 199 kabupaten (58 kabupaten di Pulau Sumatera, 123 kabupaten di Kawasan Timur Indonesia, dan 18 Kabupaten di Pulau Jawa) yang diidentifikasi sebagai daerah tertinggal di mana 28 diantaranya berpotensi untuk dikembangkan menjadi
kabupaten yang maju. Untuk mendukung pengembangan daerah-daerah tertinggal tersebut pemerintah melalui Kementrian Daerah Tertinggal telah melakukan beberapa program sektoral yang salah satunya adalah Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Khusus (P2DTK). Namun karena pembangunan harus dilakukan dengan prinsip pengarusutamaan partisipasi masyarakat, maka Pemerintah melalui Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat melakukan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat yang selanjutnya dikolaborasikan dengan Program P@DTK sehingga dihasilkan program baru yaitu PNPM-DT. Progran PNPM Desa Tertinggal (PNPM-DT) dimulai pada tahun 2008 yang mencakup 258 kecamatan dan 1.044 desa tertinggal.
Sementara itu, Program PNPM Perdesaan diterapkan pada 12.045 desa, kemudian PNPM Perkotaan pada 1.528 kelurahan tertinggal dan PNPM Infrastruktur pedesaan diterapkan di 1.800 desa tertinggal.
Pulau Jawa merupakan pulau yang paling berkembang di Indonesia. Namun demikian masih terdapat ketimpangan pembangunan antara wilayah utara (kawasan pantai utara Jawa) dan wilayah selatan (Kawasan Pantai Selatan Jawa) Pulau Jawa. Pulau Jawa sebagai pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia memiliki 60 % penduduk miskin di perdesaan yang tidak mempunyai akses ke Pusat Pertumbuhan Pembangunan infrastruktur terutama
infrastruktur jalan sebagai urat nadi berkembangnya suatu wilayah masih belum optimal dilakukan. Untuk itu dirasakan perlu dilakukan suatu percepatan pembangunan infrastruktur ke-PU-an guna mengentaskan kabupaten-kabupaten tertingal wilayah selatan
Pulau Jawa. Salah satunya adalah dengan mengembangkan suatu koridor ekonomi wilayah Indonesia dengan tiga konsep utama, yaitu :
(1) Meningkatkan konektivitas internal pulau-pulau;
(2) Meningkatkan konektivitas antar pulau; dan
(3) Meningkatkan konektivitas dengan negara-negara luar (asia dan internasional).
Pada bidang pembangunan infrastruktur, diperlukan integrasi antarsektor dan antar jenjang pemerintahan (pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota) untuk melayani pengembangan wilayah.
Kementrian PU telah mengakomodasi kegiatan pengembangan wilayah tertinggal
sebagaimana yang tercantum dalam Renstra Kementrian. Sebagai contoh Direktorat Jenderal Bina Marga akan melakukan kegiatan pembangunan/pelebaran jalan di kawasan
strategis, perbatasan, wilayah terluar dan terdepan dengan target total selama 5 tahun ke depan yaitu 1.007 km. Direktorat Jenderal Cipta Karya mempunyai kegiatan yang mendukung pengembangan kawasan tertinggal seperti kegiatan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman pada desa-desa tertinggal (tahun 2010 sebanyak 1.500 desa dan pada tahun 2014 sebanyak 8.803 desa).
Kegiatan pembangunan infrastruktur PU tersebut pada dasarnya perlu untuk dipadukan sehingga dapat memberikan kontribusi dalam penanganan permasalahan desa tertinggal.
Namun penanganan kawasan tertinggal, pengembangan desa potensial melalui agropolitan, dan perencanaan pengembangan kawasan permukiman baik skala kawasan maupun perkotaan belum mencapai sasaran yang diharapkan.
Sehingga diperlukan integrasi antara pemerintah pusat, dalam hal ini kementrian PU, dan pemerintah daerah mengenai rencana kebijakan dan strategi pembangunan infrastruktur PU termasuk proses perencanaan dan penganggaran tahunan untuk kawasan tertinggal di
wilayah selatan Pulau Jawa dalam sebuah dokumen yang dapat menjadi acuan dalam
perencanaan dan penganggaran tahunan.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL KAWASAN TERTINGGAL
1. Kebijakan Pembangunan Kawasan Tertinggal Di Dalam RPJPN
Arahan Jangka Panjang Infrastruktur Bidang PU Dan Permukiman di dalam RPJPN 2025 terdiri dari Sasaran Pokok yaitu terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan dengan Sasaran
(a) Tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya kesenjangan antarwilayah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
(b) Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan
dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga;
(c) Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh;
(d) Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan.
Arahan Pembangunan meliputi :
(1) Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang
sinergis. Upaya itu dapat dilakukan melalui pengembangan produk unggulan daerah, serta mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerja sama antarsektor, antarpemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah; (2) Keberpihakan pemerintah ditingkatkan untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain. Perlu pula dilakukan penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan
wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dalam satu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi.
Berdasarkan arah pembangunan jangka panjang tersebut, maka prioritas dan fokus
pembangunan infrastruktur PU dan permukiman 2010–2014 ditetapkan salah satunya adalah : Peningkatan kesejahteraan dan penurunan kesenjangan kesejahteraan antarkelompok masyarakat, dan antardaerah. Prioritas pembangunan ini diarahkan bagi pemenuhan dan memperluas akses terhadap hak-hak dasar yang terkait bidang Pekerjaan Umum dan permukiman seperti perumahan, air bersih, sanitasi, permukiman dan lingkungan hidup yang layak, serta percepatan pembangunan infrastruktur untuk
mendukung pertumbuhan wilayah-wilayah strategis yang masih tertinggal, terpencil dan kawasan perbatasan.
2. Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal Dalam RPJMN 2010 - 2014
Sasaran‐sasaran pokok pembangunan daerah tertinggal selama kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan (2010 – 2014) yang terdiri dari :
a. Meningkatkan rata‐rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 6,6 persen pada tahun 2010 menjadi 7,1 persen pada tahun 2014;
b. Berkurangnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal pada tahun 2010 sebesar 18,8 persen menjadi 14,2 persen pada tahun 2014; dan
c. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia di daerah tertinggal yang ditunjukkan oleh peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun 2010 sebesar 67,7 menjadi 72,2 pada tahun 2014.
d. Berkurangnya pengangguran di daerah tertinggal sebesar 2,2% per tahun;
Berdasarkan sasaran-sasaran pokok tersebut ditetapkan arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal adalah untuk melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal
dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumberdaya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengatasi ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang
sudah relatif lebih maju. Arah kebijakan ini selanjutnya ditempuh melalui strategi
pembangunan yang disesuaikan dengan karakteristik ketertinggalan suatu daerah.
Percepatan pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi sebagai berikut :
Strategi pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan dengan menekankan pada pengembangan daerah pusat pertumbuhan, pusat produksi, serta meningkatkan pertumbuhan usaha mikro kecil menengah dan koperasi. Untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi lokal di daerah tertinggal, dibutuhkan dukungan penguatan sentra
produksi/klaster usaha skala mikro dan kecil; dan pengembangan kawasan transmigrasi yang berada di daerah tertinggal, baik dari segi kualitas sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarana kawasan transmigrasi. Upaya lain yang juga diperlukan dalam rangka
meningkatkan kualitas dan kuantitas produk unggulan lokal, melalui dukungan
pengembangan dan pendayagunaan.
Strategi penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya lokal di daerah tertinggal diperlukan untuk meningkatkan perekonomian.daerah tertinggal. Hal ini dilakukan melalui penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah, kelembagaan sosial masyarakat dan lembaga perekonomian lokal di daerah
tertinggal. Di samping itu, penguatan kelembagaan perlu didukung dengan kerjasama antarlembaga, sehingga terjadi sinergi peran yang baik dan terpadu dalam rangka mengoptimalkan pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal.
Strategi peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau di daerah
tertinggal perlu didukung melalui peningkatan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan khusus juga dibutuhkan untuk daerah tertinggal dan pulau‐pulau kecil terdepan (terluar)
melalui pelayanan medik spesialis di RS bergerak, pemberian insentif khusus terhadap tenaga kesehatan yang didayagunakan di daerah tertinggal dan pulau kecil terdepan (terluar), serta pemberian Jamkesmas. Kegiatan tersebut merupakan koridor dalam rangka
operasionalisasi arah kebijakan dan strategi pembangunan yang terdapat dalam Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal.
Strategi peningkatan pelayanan pendidikan yang berkualitas di daerah tertinggal
berorientasi pada upaya mengatasi permasalahan rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan angkatan kerja di daerah tertinggal. Peningkatan pelayanan pendidikan ini tidak hanya difokuskan pada pendidikan dasar, menengah dan kejuruan, tetapi terutama
pada pendidikan luar sekolah berupa pendidikan ketrampilan hidup (lifeskill) melalui lembaga kursus dan pelatihan lainnya yang berorientasi untuk meningkatkan kemampuan
ketrampilan ekonomi produktif. Untuk mendukung pemerataan tenaga pendidik, diperlukan keberpihakan kepada daerah tertinggal melalui adanya pemberian insentif khusus terhadap tenaga pendidik yang berada di daerah tertinggal, serta adanya peningkatan kompetensi dan profesionalisme tenaga pendidik di daerah tertinggal.
Strategi peningkatan sarana dan prasarana di daerah tertinggal ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kondisi perekonomian masyarakat. Dukungan terhadap sarana dan prasarana yang diperlukan diantaranya melalui pembangunan pasar
tradisional, pembangunan jalan dan jembatan, transportasi keperintisan, permukiman, serta pembangunan sarana dan prasarana informatika di daerah tertinggal. Pengembangan sektor
transportasi keperintisan, diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas daerah tertinggal dengan pusat‐pusat pertumbuhan, sehingga terjadi keterkaitan pembangunan antara kawasan tertinggal dengan pusat pertumbuhan kawasan. Kegiatan tersebut merupakan
koridor dalam rangka operasionalisasi arah kebijakan dan strategi pembangunan yang
terdapat dalam Bidang Sarana dan Prasarana, dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belum ada tanggapan untuk "Pembangunan Infrastruktur Daerah Tertinggal"
Post a Comment